Home | Sejarah | Pimpinan | Inti Ajaran | Artikel | Arsip | Kontak Kami
Artikel YAKDI

Senin, 26 Juli 2010

Terapi bagi Orang yang Sakit

Dalam sebuah hadist, Nabi mengungkap” di akhir zaman, banyak orang yang paginya masih beriman, sorenya sudah inkar, demikian ada yang saat sore harinya masih beriman paginya sudah kufur,”. Keterangan ini mengingatkan saya, betapa pentingnya memelihara dan memperbaharui nilai-nilai keimanan. Melazimkan mengamalkan dan mengikrarkan dua kalimah syahadatain, dengan segala konsekwensinya, adalah mutlak perlu dilakukan, agar status keimanan terus menerus ter-update setiap saat. Dalam hakikat keimanan, meyakini ada kekuatan lain selain Allah baik dalam skala ringan maupun yang “berat” tetap sama saja: membuat cacat keimanan dan berpotensi menjadi kufur atau kafir. Misalnya mengakui suatu benda yang berdampak memberikan kekuatan kepada seseorang, atau meyakini bahwa makanan yang mengenyangkan, yang memberikan tenaga, obat yang menyembuhkan, dan lain-lain.

Dalam pandangan Iman, obat itu hanya syarat atau sababiyah saja. Kesembuhan hakikatnya datang dari Allah SWT, bukan dari zat obat itu sendiri. Untuk memperolehnya diperlukan ikhtiar yang antara lain menjadi sebab turunnya bantuan Allah SWT. Demikian juga dengan makanan. Bukan zat makanan itu sendiri yang mengenyangkan. Yang semata-mata memberikan kekuatan kepada manusia adalah Allah SWT. Makanan itu sendiri yang semula berwal dari tumbuhan dan hewan adalah juga makluk yang tunduk dengan segala ketentan Allah SWT. Hal serupa seperti statusnya uang, jabatan dan kekuasaan . Di era materialistis seperti sekarang ini, hemat saya, jika tauhid tidak menjadi sandaran penuh dalam kehidupan sehari-hari, hal-hal semacam itu sungguh sangat berpotensi menggelincirkan manusia dari nilai-nilai keimanan.

Sayang, ketika tema ini saya usung di sebuah forum “cendekiawan”, sepertinya hal yang begini ini dianggap sepele saja. “Itukan masalah tauhid. Hal-hal dasar saja, Tak usah dijelaskan lagi pun sudah mengerti,” katanya. Mungkin karena saking sepelenya, hal-hal mendasar ini seolah-olah menjadi tidak ada. Para sahabat...dalam catatan ini, ingin saya tegaskan bahwa tidak ada yang lebih krusial di akhir zaman ini melainkan masalah aqidah / tauhid. Menyepelekan dan atau mengabaikan urusan iman adalah musibah yang amat besar. Sebab dunia dan seluruh isinya pun masih tak sebanding dengan tingginya nilai Iman (spiritualitas) dalam kehidupan manusia. Jika sakit, misalnya, pikiran seseorang spontan,” otomatis” langsung tertuju pada obat atau dokter. Pada penyakitnya sebagai subyek.

Sebaliknya, ingatan kepada Allah (dzikir), akan sebuah pelanggaran yang telah dilakukannya-menjadi sesuatu yang tak lepas dari hukum sebab akibat-- nyaris luput dari memori. Atau dari apa yang saya sebut sebagai yang otomatis tadi. Ini seolah lumrah saja. Namun dari sudut pandangan Iman, asumsi demikian jelas menggambarkan ada tahapan yang terabaikan. Langsung loncat ke tahapan berikutnya, pada saat yang sama, tahapan proses awal yang justru lebih penting dalam proses pemdewasaan manusia, begitu saja terlewatkan.

Mengapa saat ini saya sakit: apa yang salah dengan ucapan, pikiran atau perbuatan saya hari ini? Setelah memastikan hal itu terjawab, lalu pengakuan secara jantan akan kesalahan diri dan ikrarkan pertaubatan kepada Al-khaliq melalui istighfar. Itulah yang saya maksudkan sebagai tahapan proses awal yang kerap terlupkan! sejenak setelah itu barulah menurut saya, kita berpikir tentang penyakit dan obatnya atau kontak tenaga medis yang memang ahli di bidangnya, seraya tetap berkeyakainan bahwa obat adalah syarat dan sababiyahnya. Untuk pembuktian, bahwa hakikat kesembuhan justru datang dari Allah, maka cobalah beberapa hal sebagai berikut:

1. Bersyhadatlah terus menerus untuk tetap menjaga status keimanan kepada Allah dan Rasulnya. Agar terhindar dari syirik/musyrik (seperti yang telah saya paparkan di atas). Bacalah Syahadatain minimal 3 kali. Lalu istihgfar dan shalawat masing-masing 7 kali, sebelum meminum obat yang dianggap tepat.

2. Gunakan sedapat mungkin obat yang tersedia di alam, di sekitar kita. Dalam kadar tertentu penggunaan obat-obat kimiawi yang berlebihan atau masuknya zat kimiawi dalam tubuh memicu zat asam lambung yang berpotensi menimbulkan jenis penyakit lain!

3. Untuk normalisasi hormonal, fungsi-fungsi syaraf, serta melancarkan laju endap darah, bisa melalui antara lain metode pijat refleksi + obat (non kimiawi) sekaligus untuk memicu tumbuhnya sel-sel baru, untuk menggantikan sel-sel yang telah mati. (Apa yang saya tuliskan ini adalah pengalaman saya bersama tim Medis di Majelis Dzikir Darul Iman Yayasan Akhlaqul Karimah, sejak tahun 1999. Jika ada yang ingin mencoba, kami tunggu kontaknya di 0858.83012136.)

4. Pastikan semua metohe terapi : tidak ada satupun sistim terapi yang melanggar ketentuan Allah ( menggunakan isim, zimat dll) penjaliman kepada diri dan sesama makhluk Tuhan, termasuk hewan atau pengrusakan alam.

Dalam proses penyembuhan, diupayakan untuk senantiasa dzikrullah, (syahadat, istigfar dan shalawat) terus mengoreksi diri seraya bersabar serta yakin akan pertolongan Allah penguasa alam semesta. Penyakit adalah mahluk, maka seyogyanya kita kembalikan lagi kepada penguasa mahluk, penguasa alam semesta. Sahabat, manusia sakit itu wajar dan lumrah. Jangankan kita, manusia biasa, Nabi dan Rasul juga pernah mengalami sakit.

Belum lagi kalau dibandingkan, betapa sungguh tak sebanding, jumlah waktu sehat yang telah kita reguk bertahun-tahun sebelumnya, dengan waktu sakit yang tengah kira rasakan sekarang.

Lebih jauh lagi, jika kita ikhlas dan pasrah pada Allah SWT, sakit atau sehat hakikatnya menjadi sama. Hendaknya, sakit atau sehat sebaiknya memberikan pelajaran bagi kita untuk tetap menambah kedekatan diri kepada Allah SWT. Dengan demikian keyakinan kepada Alah akan semakin berkualitas. Jauh dari putus asa, dan percaya diri akan semakin tinggi; bahwa Allah lah lah yang memang penyelesai semua masalah. Sugesti seperti ini sangat penting. Sugesti keimanan yang justru akan mempercepat kesembuhan manusia dari segala jenis penyakitnya lahir maupun bathin.
Nas/26-07


Diposkan oleh YAYASAN AKHLAQUL KARIMAH DARUL IMAN INDONESIA di 03.38